Menakar Rasionalitas dalam Memilih dengan Bibit Bebet Bobot para Wakil Rakyat
Disampaikan oleh : Herni Suryani
Garut - Setiap orang dalam rangka mengunakan haknya selalu ada aturan perundang-undangan dan ada etika politik, etika interaksi sosial yang merupakan penilaian masyarakat.
Kejenuhan dalam proses pemilihan, baik tingkat pilkades pilkada dan saat pemilu, akhirnya bisa menurunkan partisipasi masyarakat. Ini pun harus diantisipasi pengunaan surat suara oleh oknum tertentu.
Kita selalu menginginkan orang yang kita pilih bisa amanah atau punya pemimpin yang amanah dan bertanggungjawab. Tapi kita tidak bisa apa-apa tatkala telah jadi orang tersebut, akhirnya rasionalistas kita hanya akan memilih setelah ada amplopnya dan para calon akhirnya tidak bisa bertanggungjawab. Mereka tidak belajar ilmu tentang apa tugas dan fungsi yang akan diembannya, tapi tahunya dewan bisa banyak proyeknya.
Saya hanya bagian kecil pemerhati sosial politik dan bertanya sendiri, apa ada hal yang kurang tentang pengunaan hak dan kewajiban buat kita dan para calon dewan. Bagian yang ada bisa dipadukan dengan analisa bibit, bebet, bobot para calon yang akan kita pilih dan kita harus punya dasar kenapa kita memilihnya atau kenapa harus dipilih lagi.
Dasar inilah kita bisa lihat bagaimana trah keturunannya latar belakangnya (bibit). Bagaimana kesehariannya, tutur bahasanya, kebiasan, karakter, status sosialnya. Melihat jabatan yang saat ini diemban bisa dijalankan dengan baik atau tidak (bebet). Kita bisa lihat dari sisi keilmuannya, wawasannya, pengalamannya atau track record kiprahnya selama ini (bobot).
Menelisik bibit, bobot dan bebet untuk menjadi rujukan pemilih sangatlah mengasyikkan. Setidaknya tiga hal itu adalah pelajaran warisan dari tradisi Jawa. Selain kriteria bibit, bobot dan bebet yang sulit terpenuhi, ada pula sifat fleksibel, yaitu mulur dan mungkret.
Mulur berarti meningkat kriterianya kalau sudah terpenuhi kriteria minimal. Sedangkan mungkret dimaknai kriteria yang disusutkan atau lebih rendah dari ekspektasi jika standar yang diterapkan sulit dipenuhi. Dengan prinsip itu, maka diharapkan masyarakat bisa memilih yang terbaik dari yang terbaik atau bahkan yang terbaik dari yang terburuk.
Bila semua bisa minimal berperan, bisa melihat dan memberikan education baik buat para calon dan para pemilih walau kita susah mencari kesempurnaan atas semua ini. Tapi dengan niat baik dan cara proses yang baik maka harapan lahirnya para pemimpin amanah akan ada karena kita juga ikut memberikan kontribusinya. (*)
Komentar
Posting Komentar