Perppu yang Dibuat dengan Ugal-Ugalan itu bisa Berujung Pemakzulan
Oleh Jacob Ereste
NEWSLETTERJABAR.COM-- Angkat bicaranya Presiden Joko Widodo atas kritik terhadap Perppu (Peraturan Pengganti Undang-undang) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang memang sudah gaduh sejak awal hingga proses pembahasan -- setidaknya yang tidak melibatkan serikat huruh maupun kaum buruh -- mendapat perhatian dari Presiden.
Artinya, Presiden tidak budek -- tidak buta hati -- karena masih mau mendengar jeritan hati nurani rakyat yang tertekan dan terhimpit oleh UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 maupun Perppu yang menyusul kemudian yang bisa dipahami sebagai kepanikan dalam upaya menghadapi krisis global dalam beragam bentuk yang bakal ikut menggantam Indonesia.
Meski pernyataan Presiden sendiri sekedar menjanjikan opologis -- siap menjawan dan menjelaskan mengapa Perppu yang menggunting putusan MK (Mahkamah Konstitusi) harus dilakukan, sementara UU Ciptz Kerja sudah dugantung MK lantaran cacat presedural maupun maupun moral karena mengabaikan suara rakyat. Padagal, suara rakyat adalah suara Tuhan, kata orang yang beriman.
Kata Joko Widodo, "biasa dalam setiap kebijakan dan regulasi, ada yang pro dan ada yang kontra, rapi semua bisa dijelaskan" tandasnya kepada wartawan saat berada di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, hari Senin, 2 Januari 2023.
Respon positif Presiden terhadap kritik yang ramai dilakukan berbagai pihak ini, patut diapresiasi, meski jawaban untuk memperjelas ikhwal Perppu yang menggunting putusan MK itu, sangat mungkin akan semakin membuat masalahnya tidak jelas, atau bahkan mungkin dapat semakin memperkeruh suasana yang telah sedemikian gaduh.
Betapa tidak, pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti misalnya misalnya menyebut dampat Perppu yang diterbitkan oleh Presiden. Jadi memang jelas sebagai bentuk kepanikan yang cuma ingin memanjakan pengusaha dengan mengabaikan kepentingan rakyat banyak.
Adapun kesalahan dari segi hukum Perppu itu, mulai dari Keputusan MK 91 Tahun 2020 yang memutus bahwa UU Cipta Kerja itu inkonstitusional bersyarat sampai 25 November 3023 atau duz tahun sejak putusan MK dikeluarkan.
Artinya, kata Bivitri Susanti UU itu tidak bisa dilaksanakan, karena tidak punya daya ikat, jadi mengapa harus membuat Perppu. Kefuali itu, Perppu ini membuktikan pemerintah pun mengabaikan putusan MK. Padahal untuk memberlakukan Perppu itu tidak cukup alasan yang memaksa seperti ketentuan dalam Pasal 22 UUD 1945 yang sudah mengatur hal ikhwal Perppu. Bahkan, ketetapan MK yang disebutkan dalam putusannya 139 Tahun 2009. Jadi, Joko Widodo sebagai Presiden ingin menempuh jalan pintas dengan Perppu ini, tapi juga telah mengabaikan tata aturan yang tetap harus dipatuhi bersama, meski dalam kapasitas sebagai presiden sekali pun. Sebab contoh yang baik harus dan elegan diperlihatkan juga kepada rakyat banyak.
Keputusan politik yang tidak bijak ini disebut Bivitri Susanti suatu keculasa. Karena tidak melalui pembahasan politik dan abai terhadap demokrasi. Sehingga penerintah, kata pengajar ilmu hukum ini bila pemerintah telah membajak demokrasi di negeri ini.
Pernyataan Komandan Kodim Palangka Raya seakan bertaut dengan kegaduhan Perppu ini, karena Dandim Palangka Raya itu mengeluarkan instruksi untuk lebih bijak menelaah aspirasi rakyat dan senantiasa dijadikan solusi untuk mengatasi kesulitan rakyat.
Kolonel Inf. Frans Kishin Panjaitan S.A.P., M.P.M., M.Han tegas memerinrahkan kepada seluruh prajurit Kodim 1016/Plk untuk senantiasa berpegang teguh pada jati diri TNI sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional dan tentara profesional. Hingga instruksi Dandim ini seperti sanepo dari langit yang mengingatkan pada iblis dan setan seperti yang dikatakan Bupati Kepulauan Meranti bergentayangan di Kementerian Keuangan hingga membuat heboh dan viral di media sosial pada sebulan lalu.
Meski instruksi Dandim Palangka Raya itu sesungguhnya meneruskan pesan titipan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jendral Dudung Abdurachman bahwa seluruh prajurit TNI AD -- seperti halnya Marinir Angkatan Laut RI yang sangat berjasa saat refirmasi 1998 lalu -- agar terus hadir membantu dan ikut mengatasi berbagai kesulitan rakyat, tidak justru membebani atau bahkan khianat kepada rakyat.
Kegaduhan Perppu yang dikeluarkan oleh Presiden kata aktivis Haris Rusli bagai dekrit Presiden membubarkan MK dan DPR RI. Karena Perppu Ciptaker itu adalah produk politik Presiden Joko Widodo untuk mendisfungsikan MK dan DPR RI.
Bahkan, mantan Ketua MK, Hamdan Zoelva mengkritik Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tantang Cipta Kerja soal alasan kegentingan memaksa yang dipakai Presiden. Sementara Putusan MK No. 38/PUU7/2009 telah memberi batasan yang jelas bagi Presiden untuk menerbitkan Perppu.
Karena sebelumnya pada 25 November 2021, MK telah Memutuskan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Ciota Kerja cacat secara formil. Dan Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020, Mahkamah Konstitusi telah menyatakan UU Cipta Kerja itu inkonstitusional bersyarat dan tegas meminta pemerintah memperbaikinya paling lama dua tahun sejak Putusan MK dimaklumatkan.
Jadi jelas, pemerintahan Presiden Joko Widodo memang ugal-ugalan melabrak rambu hukum dan abai pada suara hati nurani rakyat.
Karena perlu diingatkan pada pemerintah -- sebelum terlanjur gelombang protes semakin membesar dan menjadi air bah yang mengkhawatikan -- segera menijau ulang keculasan yang semakin memperparah jerit dan keluh kesah rakyat yang makin meresahkan. Sebab malapetaka yang masih dapat diantisipasi lebih dini, pasti lebik bijak. Tak perlu pongah dan kita sungguh patut untuk lebih ugahari. (CNN Indonesia, 30 Desember 2022). Setidaknya, kegerahan kaum buruh yang diungkapkan Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) yang tergalak di republik Indonesia sekarang ini telah menilai Perppu itu hanya bentuk manipulasi pemerintah terhadap publik. (CNN Indonesia 1 Januari 2023). Bahkan sebelumnya 31 Desember 2022, Mirah Sumirat selaku Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) mengisyaratkan penolakannya tanpa syarat.
Denny Indrayana, mantan Wamenkumham menyentil keras Perppu Ciptaker yang tidak menghornati putusan MK itu. Perppu Presiden ini juga menunjukkan upaya pemaksaan berlakunya UU Ciptaker, katanya kepada Pers, Sabtu, 31 Desember 2022. Sebab UU Ciptaker tersebut sudah sangat jelas inkknstitusional. Karena menutut MK dalam proses pembahasan Ciptaker yang sungsang itu tidak ada partisipasi publik. Bahkan, anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dari Sulawesi Tengah, Abdul Rachman Thaha menyatakan akibat dari Perppu yang dibuat ugal-ugalan itu, bisa berujung pada pemakzulan Presiden Joko Wudodo. Karena Perppu itu disusun dengan mengabaikan prinsip kehati-hatian, kepentingan yang obyektif, pelibatan rakyat, hingga rasionalisasi yang bertanggung jawab terhadap putusan Mahkamah Konstitusi, kata Abdul Rachman Thaha mengingatkan.
Senada dengan pernyataan Dosen Paska Sarjana Universitas Djuanda Bambang Widjoyanto yang tegas pula menilai menerbitkan Perppu itu merupakan bentuk kesewenang-wenangan pemerintah. Dan tampak jelas Adanya sikap kepongahan, kedegilan bahkan kebrutakan yang mengatasnamakan kewenangan, kata Bambang Widjoyanto yang dikutip CNN, Senin 2 Januari 2023.
Banten, 2 Januari 2023
Komentar
Posting Komentar