Operasi Tangkap Tangan (OTT)
Oleh Idat Mustari*)
NEWSLETTERJABAR.COM-- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai saat ini dianggap Lembaga yang paling dipercaya oleh masyarakat d dalam hal penegakan hukum kasus korupsi dibandingkan Lembaga hukum lainnya. Bahkan KPK menjadi momok bagi koruptor dan calon koruptor.
Gebrakan KPK telah menyeret para koruptor dari mulai pejabat daerah, anggota legislatif hingga jaksa—hakim. Di kalangan masyarakat di sudut warung kopi, ada pembicaraan,” jika sudah turun tiga hurup (maksudnya KPK), maka jangan harap bisa damai.”
Upaya tindakan nyata dari KPK adalah melakukan operasi tangkap Tangan (OTT). Yang dimaksud tangkap tangan tentu mengacu pada yang dimaksud arti tertangkap tangan pada KUHAP atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana pada pasal 1 butir 19. Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
Menurut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sebanyak 1.552 koruptor terjaring operasi tangkap tangan atau OTT KPK. Tentu jumlah itu sangatlah kecil dibandingkang dengan jumlah penduduk Indonesia yang sekarang berkisar 275 juta jiwa. Namun dengan adanya koruptor terjaring OTT membuktikan bahwa Indonesia bukan negara yang bersih dari korupsi.
Angka 1.552 pun akan bertambah lagi tinggal menunggu waktunya tiba, itupun kalau OTT KPK terus dijalankan sebab menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan operasi tangkap tangan atau OTT bukan cara yang baik untuk melawan korupsi. Menurutnya OTT tak membuat efek Jera. Memang benar yang dikatakan Pak luhut, bahwa OTT tak membuat efek jera, yang mungkin bisa membuat efek jera jika koruptor di hukum mati. Betul ga Pak luhut? ***
*)Pemerhati Sosial, Kebangsaan dan Advokat
Komentar
Posting Komentar