Produk Pemilu



Oleh Idat Mustari*)


NEWSLETTERJABAR.COM-- Pemilihan Umum disebut pesta Demokrasi,pesta rakyat, Ini merupakan festival Akbar untuk rakyat berpesta menentukan pilihannya secara umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, yang diselenggarakan oleh negara dalam siklus lima tahunan.


Di jaman Orde Baru, jalan-jalan tidak ramai dengan baliho spanduk foto calon legislatif  dengan ragam pose. Yang ramai pada masa itu adalah bendera kuning untuk mewakili Golongan Karya, bendera hijau untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan merah untuk Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Dan sudah pasti pemenangnya adalah Golongan Karya.


Di era Orde Baru, penentuan calon wakil rakyat terpilih menggunakan sistem proposional daftar tertutup. Itu artinya pemilih menentukan pilihan dengan cara mencoblos tanda gambar partai. Tidak ada kertas suara yang terdapat Caleg (calon legislatif). Tidak ada caleg bertemu dengan rakyat sebagai pemilih. Caleg ditentukan oleh Partai Politik. Partai poliik memegang kekuasaan penuh untuk menentukan siapa di urutan nomor berapa di daerah pemilihannya. Mereka yang terpilih hakikatnya bukan wakil rakyat melainkan wakil partai.


Era Reformasi, Pemilu Tahun 1999 dan Pemilu 2004 memakai sistem proporsional semi daftar terbuka. Rakyat memilih gambar partai dan nama Caleg. Namun nomor urut sangatlah menentukan artinya caleg yang memperoleh suara lebih besar tetapi nomor urutnya berada di “nomor sepatu,” tetap tidak terpilih, kalah oleh nomor urut satu. 


Sedangkan pada Pemilu 2009, 2014 dan 2019 menggunakan sistem proporsional daftar terbuka, pemilih diberikan kewenangan untuk memilih caleg yang dikehendaki sesuai daftar caleg yang ada di masing-masing partai politik. Penentuan kursi berdasarkan suara terbanyak. Itu artinya, ketika suatu partai politik mendapatkan perolehan kursi di suatu daerah pemilihan maka yang memperolehnya adalah caleg dengan perolehan suara terbanyak. Para caleg harus berjuang keras untuk mendulang suara rakyat agar terbesar dibandingkan caleg lainnya. Caleg tidak cukup mengandalkan kualitas diri jika tidak dibarengi seberapa banyak “isi Tas.”


Sistem proporsional daftar terbuka tentu berbiaya mahal. Semestinya, karena biayanya mahal maka produknya pun harus berkualitas (bagus), tapi yang terjadi adalah para politisi yang tak berkualitas, bahkan cendrung korup, karena partai politik merekrut caleg asal-asalan yakni asal punya duit, hingga lahir politisi “dadakan,” bukan didikan. Tidak ada kader partai sejati, bukan karena Ghirah melainkan karena kepentingan. Politisi yang mudah dan asal janji meskipun hal ini bisa dimaklumi, sebab” _Semua politisi sama saja. Mereka menjanjikan untuk membangun jembatan meskipun di tempat itu tidak ada sungai.”_ Nikita Sergeyevich Khrushchev, pemimpin Uni Soviet. (*)


*)Pemerhati Sosial,  Kebangsaan dan Advokat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Koperasi MBSB Buka Kantor Cabang Perwakilan di Pangatikan dan Cibatu

Ahmad Bajuri : Koperasi MBSB Siap Bantu Pemasaran dan Promosi Pelaku UMKM Garut

Relawan SIAP NDan Ucapkan Selamat dan Sukses Atas Ditunjuknya Dandan Maju Calon Walikota Bandung