Sajak: 'Citramu dalam Perjalan Waktu'
NEWSLETTERJABAR.COM--
CITRAMU DALAM PERJALAN WAKTU
Ah kau ini,
Betapa siksaan pikiran ini menjadi berjuta kenikmatan rasa.
Detik demi detik sering dapat aku cicipi akan cantik dan manisnya dirimu
Cantik dalam tampilan sahajamu yang tak rumit aku menggilaimu dengan rinduku.
Manis dalam kata lugasmu yang mengguyur serta melumuri benakku.
Selalu, dalam sibuk dan senggangku, kau hadir tak pernah kasip!
Walau datang tanpa permisi, dan berlalu tanpa pamit.
Selalu aku senangi!
Saatnya kau datang seperti itu, senyum lepasmu leluasa terhampar di deretan rapi gigi putihmu.
Keleluasaan itu ibarat terbukanya gerbang keindahan yang saat kulewati menjanjikan kenyamanan berada di dalamnya.
Senyatanya aku betah dalam naungan bayang-bayang keindahan yang sungguh menjanjikan banyak pahala untuk keluhuran peradaban rasa.
Melambungkan asa ke ketinggian pengertian akan essensi rasa kasih.
Ah kau ini,
Kini sering kujeritkan sapa akan dirimu "ayuhai pujaan".
Di segala waktu ingatan akan dirimu membiaskan ragam imaginasi akan pelampiasan rasa-sayang yang seakan tiada berbatas.
Ah kau ini
Dengan kata-kata yang bagaimana lagi harus kuungkapkan keindahan mengenangmu, jika keindahan itu sendiri telah menjadi saripati gagasan ucapan dan sikap.
Ah kau ini,
Sayang seribu sayang,
kini nyatanya kau telah mengandaskan bahtera kita berdua.
Kau sejatinya tak mampu menerjang ombak zaman bersama-sama.
Serta-merta kau rela meninggalkan bahtera kita untuk menggapai hasrat dan tujuan baru pada bahtera lain.
Seperti kau pernah bilang dengan gamblang, kau telah memutuskan
melepas kacamata-kuda- cinta untuk seorang pria saja;
kini kau dengan jelalatan mengarahkan pandangan kepada setiap pria yang hinggap di perhatianmu.
Ah kau ini,
kau memang takan dapat lagi hadir walaupun pada saat aku memikirkan makna sebuah peristiwa perjalanan kita berdua dulu.
Kini kau takkan lagi terasa manis di hati.
Ah kau ini,
Kusadari kini,
kehadiranmu yang sejak awal pertemuan kita menjadi pilihan terbaik bagi diri ini, telah kau gugurkan menjadi keburukan dan ketakniscayaan akan cinta yang sebelumnya kuduga takan tercela.
Ah kau ini,
Sejauh kau hengkang dalam dekapanku dan kenangan yang secara raganiah telah kau musnahkan, tetap saja segalanya tercatat dalam sejarah,
perjalanan kehidupan kita;
tersimpan walau kau kini entah di mana. (*)
Komentar
Posting Komentar