Model dan Gaya Perlawanan Budaya Remaja Muhamadiyah Cilacap, Jawa Tengah


Oleh Jacob Ereste

NEWSLETTERJABAR.COM-- Perlawanan budaya seperti yang dilakukan para siswa SMP Muhamadiyah 2 Cilacap, Jawa Tengah patut diapresiasi dan dipuji, sehingga dapat dilakukan juga oleh para pemuda dan kaum remaja Indonesia lainnya, agar tidak menyerah kalah pada oligarki kekuasaan yang zalim dengan membiarkan rakyat kesulitan mendapatkan minyak goreng di pasar.


Upaya para pelajar SMP 2 Muhamadiyah, Cilacap JawaTengah ini dengan cara membuat minyak goreng dari buah kelapa, akibat minyak goreng yang dibuat dari kelapa sawit yang sangat luas lahan perkebubannya di Indonesia, tidak kurang dari 18 juta hektar itu, jelas karena telah dijadikan komidi permainan politik dan ekonomi yang ingin lebih banyak menangguk keuntungan dari masyarakat.


Dan warga masyarakat dalam versi perlawanan budaya yang dilakukan oleh adik-adik siswa SMP 2 Muhamadiyah Cilacap, Jawa Tengah ini, patut ditiru oleh kalangan pemuda maupun mahasiswa dari sigmen yang lain, agar tidak terus dijadikan obyek pemerasan oleh para oligarki kekuasaan dari sektor politik dan ekonomi yang berwatak kemaruk.



Bahkan untuk minyak solar pun di Jawa Tengah dan sekitarnya sejak bulan Januari 2022 telah mengalami kesulitan untuk diperoleh oleh kendaraan umum dan pribadi, karena ceritanya hanya ingin memberi priotitas bagi kalangan pengusaha yang menggunakan bahan bakar minyak solar. Padahal, penyimpangan peruntukannya telah dimanfaatkan oleh oligarki rezim  penguasa secara culas untuk memenuhi birahi ketamakan mereka yang tidak mengindahkan keperluan untuk orang banyak.


Perlawanan budaya serupa yang dilakukan oleh adik-adik pelajar SMP 2 MuhamDiyah, Cilacap Jawa Tengah ini dengan memproduksi minyak goreng dari buah kelapa secara manual, sungguh sangat terpuji dan brilian karena merupakan sikap dan tindakan yang mulia untuk kepenyingan orang banyak.


Kiranya pihak Pemimpin Pusat Muhamadiyah yang kini berada dibawah asihan Profesor Haidar Nashir berkenan memberi apresiasi  serta bantuan seperlunya bagi generasi muda Mugamadiyah yang memiliki visi dan missi serta wawasan budaya yang jauh ke masa depan, bahwa keperluan dan kepentingan rakyat banyak perlu mendapat perhatian bersama semua pihak, karena pemerintah sendiri yang seoatutnya mengurus keperluan dan kepentingan rakyat telah kalah untuk dan semi kepentingan diri mereka pribadi dan kelompoknya saja, bukan untuk rakyat banyak.


Perlunya perhatian serta dukungan Pimpinan Pusat Muhamadiyah yang kini sedang berada pada puncak kejayaannya dibawah kepempimpinan Al  Mukarrom Profesor Haidar Nadhir, perlu disupport dan dibantu seperlunya, karena produk minyak kelapa yang dihasilkan oleh adik-adik remaja itu dibagikan secara cuma-cuma kepada seluruh warga tanpa kecuali hanya untuk warga Muhamadiyah saja, misalnya. Tertu saja bila model perlawanan budaya serupa ini bisa terus dikobarkan menjadi gerakan nasional -- yang mensemesta sifatnya -- bukan saja keharuman Muhamadiyah yang semerbak mewangi ke segenap penjuru bumi-- tapi nama bangsa Indonesia yang nyaris tidak pernah terendus memiliki citra yang baik -- pasti akan mendapat tempat yang layak dan pantas untuk dihormati.


Oleh jarena itu, cara adik-adik SMP 2 Muhamadiyah, Cilacap Jawa Tengah dengan memproduksi minyak goreng secara manual dari buah kelapa itu, bisa menohok kepongagan pengusaha dari perkebunan kelapa sawit yang berjumlah puluhan hektar luasannya di Indonesia ini bisa segera sadar dan kapok untuk tidak membiarkan hasil produksinya itu hanya dapat dinikmati oleh kalangan tertentu saha,  bukan okeh orang kebanyakan yang justru berada di sekitar kebun mereka yang tengah berjaya menghasilkan komoditi klas dunia. Tapi justru rakyat disekeliling kebun itu sendiri hadi merana dan menderita, karena tidak dapat ikut  menikmati hasil panen kekapa sawit yang melimpah ruah hasilnya  iti sampai sampai sekarang. Tapi rakyat tetap merana, tak bisa ikut meniknatinya. Sebab pemerintah pun, tidak cuma absen, tapi juga sangat mungkin ikut mendalangi krisis minyak yang masuk akal sehat petani sawit yang selalu mereka anggap bodoh itu sekalipun.


Demikian juga untuk komoditas lainnya, mulai dari beras, kacang kedele, bahkan gula dan telur yang sesungguhnya dapat dihasilkan oleh usaha rakyat dengan melimpah. Toh, daging dan bahan pandan lainnya masih dibiarkan tetap tergantung pada hasil impor yang memang sangat memberi peluang bagi mereka untuk mendapatkan komisi ekstra untuk menperkaya diri lantaran tidak cukup memiliki peluang untuk ikut korupsi dari proyek yang lain.


Ragam perlawanan budaya seperti yang dilakukan oleh adik-adik SMP 2 Mugamadiyah ini saja, bila dapat segera dilakukan pula oleh ribuan  sekolah yang berasa dibawah naungan dari organisasi  Muhamadiyah, akan menjadi pertanda telah dimulainya revulusi budaya yang nyata untuk menumbangkan keangkuhan rezim oligarki yang congkak dan pongah, karena hanya mementingkan keperluan dirinya sendiri -- yang nota bene tamak dan rakus -- lantaran telah terbius oleh idelogi kapitalisme di Indonesia yang telah bersolek dalam gaya dan penampilannya yang disebut ne-oliberalism, karena tak lagi hendak disebut materialism.


Perlawanan budaya rakyat model adik-adik remaha Muhamadiyah Cilacap, Jawa Tebgah patut dijadikan contoh dan patron untuk dilakukan dalam bentuk yang lain. Misalnya seperti dari kalangan santri di Banten sudah enggan mengkonsumsi atau bahkan produk asing. Karena mencintai segenap produk lokal -- atau yang diproduksi oleh bangsa dan negeri kita sendiri, sudah diyakini sebagai bagian iman dan keyakinan serta sikap kebangsaan yang konsisren berpedonan pada cita-cita proklamasi seperti yang tertera dalam pembukaan UUD 1945 dan falsafah hidup bangsa, yaitu Pancasila. (*)


Banten Timur, 20 April 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Pilkada Garut 2024 dalam Situasi Integritas KPUD Dipertanyakan Publik

Relawan Kujang Dewa Ucapkan Selamat dan Sukses, Dedi-Erwan Memimpin Jawa Barat

PKL Juara dan Gabungan Ormas se-Kota Bandung Satu Tekad, Bergema Dukung Dandan-Arif