Berbeda dengan Ahok, kini Anies Membuka Ruang Publik untuk Ekspresi Beragama


NEWSLETTERJABAR.COM--
Gubernur DKI Jakarta,  Anies Baswedan, melakukan kebijakan dengan membuka ruang publik untuk ekspresi beragama. Hal ini berbeda dengan kebijakan Gubernur DKI sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.


Disebutkan, Anies Baswedan mendukung program Jakarta Cinta Quran dari Baznas (Bazis) DKI Jakarta dengan mengajak masyarakat membaca Al-Qur’an secara serentak pada Rabu 20 April 2022 pukul 10.00 WIB.


Program tersebut dalam rangka memperingati Nuzululqur’an yang jatuh pada 17 Ramadan 1443 Hijriah.


Terkait itu, seorang anggota TGUPP DKI Jakarta, Tatak Ujiyati, menilai, Kota Jakarta di bawah Anies Baswedan memang mengalami perubahan signifikan.


Menurut dia, ruang publik boleh dipakai oleh warga untuk mengekspresikan pendapat dan aktivitas keagamaan. Bukan saja umat Islam yang diberi kebebasan, tetapi juga umat non-Islam.


“Bukan hanya ngaji bareng, beberapa hari sebelumnya, umat Kristiani Jakarta menyelenggarakan Festival Telur Paskah di Lapangan Banteng. Boleh,” kata Tatak Ujiyati dilansir dari Kbsnews, Kamis, 21 April 2022.


Sejak natal dua tahun terakhir, kata Tatak, beberapa kelompok jemaat gereja menyanyikan Christmas Carrol di beberapa ruas jalan Jakarta. Begitu pun tahun baru China beberapa waktu lalu, umat Khonghucu menyelenggarakan Barongsai di Thamrin 10. Ada pula umat Hindu India yang menyelenggarakan perayaan Deepavali di Jakarta.


“Kebijakan Anies membuka ruang publik untuk ekspresi beragama ini berbeda 180 derajat dari kebijakan gubernur sebelumnya, Ahok,” kata Tatak.


Dia lalu membandingkan kebijakan Anies Baswedan dengan Gubernur sebelumnya, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok.


“Tahun 2015, Ahok sempat melarang takbir keliling di Jakarta. Ahok meminta kepada masyarakat bahwa takbiran lebih baik dilaksanakan di masjid-masjid serta di kampung wilayahnya masing-masing,” sambung dia.


Tatak bilang, Ahok juga pernah melarang masyarakat untuk mengadakan pengajian akbar di halaman Monumen Nasional. Menurut dia, pengajian seharusnya dilaksanakan di masjid atau tempat luas lainnya, tidak harus di Monas.


“Lain Ahok, lain Anies. Alih-alih melarang, Anies justru mendorong warga untuk memanfaatkan ruang ketiga Jakarta — taman, trotoar, dll ruang publik — sebagai tempat interaksi, termasuk menyelenggarakan kegiatan ekspresi keagamaan,” kata dia.


Dia menjelaskan bahwa Anies merevitalisasi trotoar agar lebar dan nyaman. Taman-taman dibuat lebih banyak. JPO dibuat unik.


Stasiun dan halte dibuat terintegrasi. Semuanya didisain agar warga punya lebih banyak alternatif ruang ketiga untuk berinteraksi, termasuk dalam mengekspresikan rasa cinta mereka pada agama.


“Kebijakan Anies ini memberi bukti bahwa ekspresi keagamaan di ruang publik tak membawa dampak negatif. Tak mengganggu kegiatan masyarakat. Tak mengganggu ketertiban. Tak menumbuhkan intoleransi,” ungkap Tatak.


“Sebaliknya, ekspresi keagamaan di ruang publik justru dapat membuka ruang interaksi, dialog, kesalingpahaman yang berujung pada toleransi. Yang menjadi fondasi dari persatuan Indonesia,” sebut dia.


Dia menilai, keberhasilan Anies Baswedan itu nyata. Empat tahun berturut-turut, selama Anies memimpin, Jakarta dinilai oleh hasil survei BPS sebagai Provinsi paling demokratis di Indonesia. (*)


Sumber: Fajar Online

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Pilkada Garut 2024 dalam Situasi Integritas KPUD Dipertanyakan Publik

Relawan Kujang Dewa Ucapkan Selamat dan Sukses, Dedi-Erwan Memimpin Jawa Barat

PKL Juara dan Gabungan Ormas se-Kota Bandung Satu Tekad, Bergema Dukung Dandan-Arif