Warga NU dan Muhammadiyah di Partai Politik
Oleh Idat Mustari*
NEWSLETTERJABAR.COM-- Pasca Orde baru melahirkan banyak partai, antara lain : Partai Amanat nasional yang digagas oleh Amin Rais yang juga tokoh Muhammadiyah, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) didirikan oleh para kiai dari Nahdlatul Ulama (NU), seperti Munasir Ali, Ilyas Ruchiyat, Abdurrahman Wahid, Mustofa Bisri, dan A Muhith Muzadi.
Tercatat, anggota Nahdatul Ulama (NU) berjumlah 91,2juta, dan berdasarkan survey LSI beberapa waktu mencatat kalau populasi anggota NU mencapai 35,5 persen dari total 249,9 juta penduduk Indonesia. Sedangkan Muhammadiyah menempati urutan kedua. Anggota Muhammadiyah tercatat mencapai 60 juta orang per 2019 lalu. Jika saja Orang NU hanya memilih Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan orang Muhammadiyah mencoblos Partai Amanat Nasional (PAN) maka kedua partai ini akan menjadi Partai terbesar dan pemenang.
Namun ternyata itu tidak terjadi sebab banyak orang NU dan Muhammadiyah banyak yang sudah—sedang memiliki jabatan penting di partai politik lainnya, ditambah NU dan Muhammadiyah sama-sama mengikrarkan dirinya untuk tidak masuk ke pusaran politik praktis. Akibatnya sulit bagi Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat nasional dan Partai Ummat yang baru-baru ini dideklarasikan jadi partai pemenang atau berada di rangking nomor satu.
Dalam relasinya dengan politik, Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah selalu mengalami pasang surut, yang dapat ditilik dari sejarah perjalanan panjang.
Adakalanya mencoba untuk menjauh dari kekuasaan dengan berusaha menjaga jarak yang sama, namun adakalanya berusaha mendekat dengan berusaha menjaga kedekatan yang sama dengan semua kekuatan politik yang ada.
Muhammadiyah tetap tidak akan berpolitik praktis sesuai dengan keputusan Muktamar 1971 di Makassar. Sedangkan Nahdatul Ulama (NU), dinyatakan sebagai organisasi yang tidak melakukan kegiatan politik ataupun terkait dengan parpol berdasarkan hasil Muktamar ke-27 di Situbondo pada 1984. Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sama-sama membebaskan anggotanya untuk menentukan pilihan dan berpartisipasi dalam setiap perhelatan politik di tanah air.
Oleh karena itu, warga NU dan Muhammmadiyah tidak mungkin ditarik ke salah satu partai politik, dipropaganda seperti apa pun sulit kecuali ada keputusan yang mewajibkan warga Nahdatul Ulama ke PKB dan warga Muhamadiyah ke Partai Amanat Nasional atau partai Ummat dan untuk itu sangatlah tidak mungkin. (*)
*Pemerhati Sosial, Agama dan advokat
Komentar
Posting Komentar