Penting Kuantitas

 


Oleh  Idat Mustari*


NEWSLETTERJABAR.COM-- Sebelumnya Bupati, Walikota, Gubernur dan Presiden dipilih oleh lembaga legislatif. Begitupun rakyat pada masa Pemilu hanyalah memilih gambar partai politik tanpa mengenal calon yang akan duduk di gedung dewan. Rakyat tidak dapat menjalankan kedaulatannya secara penuh, mengingat system pemilu tidak dilaksanakan secara terbuka.


Sekarang dengan pemlihan langsung,  rakyat punya hak memilih pemimpin dan wakil-wakilnya. Setiap orang mempunyai hak yang sama tanpa memandang tingkat sosial, kecerdasan dan kematangannya. Semua  rakyat diberi hak untuk memilih One man - One vote. Bahkan termasuk orang penderita gangguan jiwa, Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) atau orang gila. Hal ini berarti satu suara orang gila sama dengan satu suara seorang professor; nilainya sama, yakni satu, tak ada bedanya.


Di era ini setiap orang berhak untuk dipilih dan memilih; berhak mencalonkan dirinya menjadi anggota dewan dan atau walikota, bupati, gubernur hingga presiden.


Masalahnya kemudian, jika dianggap masalah adalah orang tidak lagi mengaca —mengukur dirinya; yang dalam pikirannya adalah bagaimana memperoleh suara sebanyak-banyaknya, masa bodoh dengan kualitas dirinya; mau bicara balelol, dan atau tak  bisa menulis sekalipun masa bodoh, yang penting terpilih dan itu ditentukan oleh suara terbanyak.


Alkisah, di kampung kecil; seorang laki-laki diyakini telah meninggal, dan disiapkanlah penguburan.


Saat hendak dikuburkan, ia bangun kembali. Laki-laki itu duduk, tetapi kaget melihat orang-orang disekitarnya menangis dan akhirnya pingsan.  Kemudian ia dimasukan dalam keranda oleh orang-orang ada di sekitarnya, dan upacara pemakaman dimulai.


Ketika tiba di kuburan ia sadar lagi, mengangkat keranda dan berteriak minta tolong.


“Aku belum mati, jangan kubur aku," teriak dia.


Orang-orang di sekitarnya yang berjumlah puluhan orang berkata, ”Tidak mungkin ia hidup lagi, karena ia betul-betul telah mati".


Orang itu pun lantas menjawab, “Aku belum mati“.


Pemimpin dari mereka berkata,
”Sebentar!”


Kemudian  menghitung jumlah orang-orang yang hadir di pemakaman.


“Kalian adalah saksi-saksi mata;  katakan kepadaku apa yang kalian anggap benar!”


“Ia sudah mati”, teriak orang-orang.


Adapun yang meyakini bahwa ia belum mati hanyalah tiga orang.


“Kubur dia!” perintah pemimpin massa.


Maka laki-laki itu pun dikubur, dan akhirnya mati beneran.


Boleh jadi kampung kecil itu adalah  protret wajah Indonesia hari ini yang mengutamakan kuantitas dibandingkan kualitas. (*)


*Pemerhati Sosial , Agama dan Advokat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Relawan SIAP NDan Ucapkan Selamat dan Sukses Atas Ditunjuknya Dandan Maju Calon Walikota Bandung

Nasib Pilkada Garut 2024 dalam Situasi Integritas KPUD Dipertanyakan Publik

Garut Membutuhkan Pemimpin Berjiwa Enterpreneur Government