BPAN: 'Banjir Bandang Garut Selatan, Lemahnya Penegakan Hukum di Hulu Sungai'
GARUT, NEWSLETTERJABAR.COM-- Bencana banjir bandang dan longsor yang terjadi Senin (12/10/2020) akibat hujan deras mengguyur enam kecamatan di Kabupaten Garut, hari Minggu malam (11/10/2020).
Ketua Badan Penelitian Aset Negara Kabupaten Garut, M. Iwan Suryana, Ai.S, S.Sos, mengungkapkan, banjir bandang, longsor serta pergerakan tanah yang terjadi pada Senin (12/10/2020) ini, salah satunya disebabkan adanya kerusakan hutan di Kecamatan Cikelet, Pameungpeuk, Cihurip, dan Cisompet.
“Kerusakan hutan juga diduga jadi salah satu penyebab, Kami beserta pemerintah garut akan melakukan proses hukum atas kerusakan hutan yang menimbulkan bencana tersebut,” jelas Iwan Sunarya kepada wartawan, Senin (12/10/2020) di kantornya.
Dituturkan Iwan, Senin, 12 Oktober 2020 pukul 04.00 WIB telah terjadi kejadian banjir bandang di 10 desa, dari tiga kecamatan yang terdampak di Kabupaten Garut.
"Tiga kecamatan terdampak banjir yaitu di Kecamatan Pamempeuk, Kecamatan Cibalong, dan Kecamatan Cikelet," jelas dia. Selasa (13/10/2020).
Menurut Kang Isu, sapaan akrab Iwan, bencana tersebut disebabkan kerusakan di kawasan hutan.
Iwan menyoroti, dalam sehari dilaporkan terjadi bencana banjir, longsor, dan pergerakan tanah di beberapa kecamatan di Kabupaten Garut.
“Wilayah yang terdampak paling parah adalah Kecamatan Pameungpeuk dan Cikelet. Akibat bencana itu, banyak rumah warga yang terdampak, pasilitas umum tergenang, ratusan hektar lahan pertanian hancur. Sementara itu, jumlah warga yang terdampak sampai hari Senin malam hampir mencapai 1.000 orang," beber dia.
Menurut Iwan, penyebab banjir bandang tersebut adalah kerusakan hutan di
kawasan 3 kecamatan yang merupakan daerah konservasi yang harusnya hijau dan lestari.
"Kami yakin banjir bandang itu akibat hutan rusak di kawasan Garut selatan, ilegaloging yang terus marak, penyerobotan serta alihpungsi kawasan. Jika faktanya demikian dan terus berulang maka kita yang harus bertanggungjawab atas bencana ini sudah jelas" tegas dia.
Dikatakan Iwan, memang diperlukan Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) untuk mencari akar permasalahan dan penyebab banjir agar di kemudian hari tidak terulang lagi bencana yang sama.
“Semoga pihak terkait dalam hal ini Perhutani serta pemerintah kabuoaten garut dapat melihat pentingnya mencari akar permasalahan terjadinya banjir bandang ini, agar dapat ditemukan solusi terbaik untuk pencegahan terulangnya bencana yang serupa di kemudian hari, Tatanan untuk tetap mempertahankan kelestarian dari ancaman kerusakannya kadang terabaikan.” tutur dia.
Kang Isu menambahkan, kerusakan kawasan hutan tersebut disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum sehingga berbagai kejahatan hutan tidak bisa dibendung yang akhirnya berdampak pada bencana yang menelan kerugian tidak kecil.
“Lalu di manakah visi pemerintah, dalam hal ini perhutani yang bertujuan menjaga kelestarian hutan demi kepentingan serta kesejahteraan masyarakat.? Yang ada adalah pembiaran demi kepentingan sesaat, saya rasa sudah saatnya penegak huku turun tangan untuk menyelsaikan persoalan ini demi keadilan dan kebenaran tentunya," ungkap dia.
Perusakan hutan, lanjut Iwan, tidak akan berakhir tanpa terjaminnya hak-hak masyarakat hutan atas lahan dan wilayah sesuai dengan kewajiban pemerintah di bawah instrumen-intrumen HAM terkait yang diratifikasi/pelegalan oleh wilayah yang memiliki hutan.
Harus diambil langkah-langkah di semua tingkatan, saran Iwan, untuk menjamin partisipasi penuh dari masyarakat hutan sebagai pemegang hak utama di jantung pengambilan keputusan.
“Kami, BPAN menyerukan adanya perubahan kebijakan untuk menempatkan hak dan keadilan upaya-upaya deforestasi, yang dimaknai sebagai situasi hilangnya tutupan hutan beserta atributnya yang berimplikasi pada hilangnya struktur dan fungsi hutan itu sendiri," pungkas kang Isu. (Layla)
Habisi...
BalasHapus