Mengagumkan, Cisurupan Garut Berhasil Budidayakan Butternutt
GARUT, NEWSLETTERJABAR.COM-- Butternutt adalah spesies labu yang berasal dari Belanda. Disebut Butternutt karena memiliki bentuk yang seperti kacang dan memiliki tekstur daging seperti mentega. Butternutt sendiri memiliki manfaat yang baik, terutama bagi ibu menyusui atau sebagai makanan pendamping ASI.
Berbicara keberadaan Butternutt, tidak banyak yang mengetahui, ternyata ada seorang petani Cisurpan Garut yang berhasil membudidayakan jenis labu ini.
Diceritakan, berawal dari kebingungan mencari komoditi yang memliki harga yang bagus dan stabil, Ipan Saefurrohman (38) alias Kang Ecep, mendapat masukan dari salah seorang rekannya untuk mencoba menanam labu Butternutt.
"Saya bingung untuk menanam apa, karena banyaknya petani sayuran yang memiliki pengalaman, akses, dan modal yang kuat sehingga saya tidak mampu bersaing. Sampai akhirnya ada Kang Egi memberi saya masukan untuk menanam labu Butternut," papar dia sambil menunjuk Egi yang kebetulan berada di situ. Rabu (23/09/2020)
Kang Ecep tak menyangka, ternyata Butternutt yang ditanamnya menarik perhatian dari konsumen luar kota, khususnya dari merchant-merchant besar di Bandung.
Atas kondisi tersebut, disebutkan Kang Ecep, pihaknya merintis sebuah komunitas tani yang akan diberi nama Pastal Holti.
Direncanakan Kang Ecep, dia akan mengajak anak-anak muda yang memiliki keinginan untuk belajar di tempat pelatihan.
"Agar banyak petani muda yang bisa melahirkan inovasi bidang pertanian," harap dia.
Diakui pria yang sudah menanam berbagai macam sayuran sudah lama ini, dirinya menekuni Butternutt sejak setahun yang lalu.
Dalam aspek pemasaran, dikatakan Kang Ecep, ada anggota komunitas yang memiliki peran khusus sebagai bagian pemasaran.
"Hasil panen Butternutt ini selalu diusahakan agar selalu terjual dengan harga sesuai harapan," jelas dia.
Terkait bibit Butternutt yang baik untuk ditanam, Kang Ecep menjelaskan, bibitnya dipesan langsung dari Belanda berupa biji.
"Dan ini tidak bisa dipesan sebanyak yang saya inginkan,karena dari pihak distributor ingin menjaga kestabilan harga labu agar tidak jatuh karena panen yang berlebihan. Dan saya sangat setuju dengan cara ini," jelas dia.
Menurut Kang Ecep, hal seperti itu yang diperlukan pemerintah.
"Pemerintah mengarahkan para petani agar bisa menanam sayuran sesuai dengan keperluan panen, sehingga tidak ada kejadian over suplay yang mengakibatkan barang tidak ada yang menampung dan berakhir dengan jatuhnya harga yang sangat merugikan petani," ujar dia.
Ditambahkan Kang Ecep, sering terjadi kenaikan dan jatuhnya harga sayuran tidak normal.
"Semisal cabe, bisa dari harga Rp. 25.000 naik menjadi Rp. 100.000. Atau malah sebaliknya. Hal itu sebagai bukti bahwa kontrol serta kendali dari pihak terkait, seperti pihak pemerintah melalui dinas terkait belum maksimal," jelas dia.
Ketika ditanya kondisi pasar dan harga di tengah pandemi covid-19, Kang Ecep tetap bersyukur karena pasar serta harga Butternut relatif stabil.
"Memang ikut turun,tapi tidak semerosot seperti komoditas sayuran yang lainnya," jelas dia.
Dipaparkan Kang Ecep juga, selain Butternut ada permintaan dari konsumen beberapa tanaman yang relatif masih asing pada kalangan masyarakat biasa, yaitu seperti Lettuce , Bit dan Asparagus.
"Kami sudah berhasil menanam dan membudidayakannya, tapi volume produksi belum bisa maksimal; masih tahap pembelajaran," sebut dia.
Diinformasikan juga, Butternut, Bit, Lettuce, dan Asparagus adalah jenis tanaman yang biasa dimanfaatkan dalam kuliner Eropa.
"Jadi ini bukti bahwa tanah di Garut cocok untuk komuditas yang biasa tumbuh di Eropa. Hal ini menunjukkan, julukan Swiss Van Java berarti sangat tepat," pungkas dia. (*)
Peliput: Rizal NLJ
Alhamdulillah,,,
BalasHapusSmg petani millenial garut semakin banyak karya taninya🤲🏻🤲🏻🤲🏻
Keren mang 🔥
HapusAyo kita bersama2 memberikan warna baru memberikan salasatu pilihan bertani bagi kalangan millenial
Hapus