Menunggu Hari Kemerdekaan PPPK
Oleh :
Dudung Nurullah Koswara
(Ketua Pengurus Besar PGRI)
NEWSLETTERJABAR.COM-- Melacak jejak nasib sekitar 51 ribu Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) honorer K2 yang lulus seleksi Februari tahun 2019 sampai saat ini masih gajebo. Sejak seleksi bulan Februari 2019 sampai saat ini terkait kisah “finalisasi” nasib PPPK belum tuntas. Sejumlah hoaxs, cerita PHP sampai jualan politik dan pencitraan sejumlah tokoh menjadi kisah lain terkatung-katungnya nasib honorer K2 di program PPPK.
Di momen HUT ke 75 RI, para honorer K2 yang lolos seleksi PPPK tahun 2019 masih belum “merdeka”. Menunggu “hari kemerdekaan” sejak Februari 2019 sampai Agustus 2020 tentu melelahkan. Bahkan bisa membuat stress dan prustasi. Ini sangat tidak menguntungkan bagi bangsa dan negara. Mengapa? Karena ketidakmenentuan, kegalauan dan stress bisa memicu kinerja yang tak efektif.
Pemerintah secara tidak langsung akan dirugikan oleh “aparaturnya” yang berada dalam kegalauan dan kecewaan dengan menunggu NIP dan SK PPPK yang tidak kunjung datang. Ada apa dengan program PPPK? Apakah ada pembiaran? Apakah ada prioritas lain yang lebih penting? Ataukah pemerintah sedang memikirkan persiapan anggarannya? Mari kita telusuri dimana masalahnya.
Setidaknya ada sejumlah penyebab dugaan mengapa NIP dan SK PPPK belum keluar? Diantarnya adalah : pertama Perpres jabatan dan gaji serta tunjangan PPPK tidak turun bersamaan. Perpres No 38 Tahun 2020 Tentang “Jenis Jabatan Yang Dapat Diisi Oleh Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja” sudah keluar. Namun Perpres terkait “Gaji Dan Tunjangan” belum keluar. Harusnya ini berbarengan. Kendala Perpres gaji dan tunjangan, ini yang pertama.
Kedua menurut Plt. Deputi SDM KemenPAN RB Teguh Wijinarko mengatakan “corona ini yang membuyarkan semua agenda pemerintah”. Awalnya Perpres tentang Penggajian dan Tunjangan PPPK akan terbit tahun ini. Gegara corona maka pemerintah prioritasnya “buyar” terhantam wabah corona virus. Kendala Covid-19 menjadi bagian dari tertundanya administrasi NIP dan SK PPPK.
Ketiga Menteri Tjahyo Kumolo mengatakan, “Bayar THR PNS saja negara sudah kesulitan sehingga harus melakukan pemangkasan penerima THR. Yang diberikan THR hanya aparatur di bawah eselon 3”. Apa yang disampaikan Tjahyo Kumolo nampaknya terkait kekuatan anggaran yang harus digelontorkan pada aparatur baru dalam entitas PPPK. Anggaran menjadi “buyar” karena ada Covid-19 menyedotnya. Kendala Covid-19 jadi hambatan.
Keempat terkait jelimet birokrasi. Perpres terkait penggajian dan tunjangan bagi PPPK nampaknya, seolah memutar-mutar dan berbelit. Sejumlah kementerian dan pihak terkait belum terbukti mewujudkan lahirnya Perpres terkait penggajian dan tunjangan. Bahkan seolah agak melambat atau tidak dijadikan prioritas. Padahal sudah 18 bulanan para honorer K2 yang lolos PPPK sudah menunggu. Kapan mendapatkan NIP dan SK?
Kelima sisi lain mungkin gerakan K2 dalam kontestasi politik dua kali Pilpres digerakan sejumlah pihak agar mensukseskan dan menggerakan kekuatan honorer K2 memilih Capres No 2. Faktanya memang sejumlah entias honorer _terutama K2__ sangat kuat mendukung pasangan Capres No 2. Ini wajar saja karena sakit hati dan kecewa terlunta-lunta nasibnya. Para honorer menjadi serba salah. Jagoannya yang dianggap bisa merubah nasib malah kalah. Akhirnya mau tidak mau harus berharap pada Presiden terpilih yang tidak didukungnya.
Dunia penuh modus dan hidup bagaikan tabur tuai. Apalagi negeri ini begitu kuat sejumlah intrik dan manuver politik dari berbagai pihak berkepentingan. Semoga para honorer segera ada jalan keluar. Setidaknya tahun ini segera SK dan NIP bisa keluar seiring didahului oleh Perpres penggajian dan tunjangan. Mari semua pihak, menguatkan kolaborasi, rekonsiliasi dan khidmat pada bangsa dan negara. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawan. Termasuk honorer berprestasi adalah entitas pahlawan. (*)
Komentar
Posting Komentar