Ketika Kelas Menjadi Klaster


Oleh : 
Dudung Nurullah Koswara
(Ketua Pengurus Besar PGRI)

NEWSLETTERGARUT.COM-- Di sejumlah media nasional Saya sampaikan kekecewaan pada empat menteri terkait  sekolah zona kuning diperbolehkan melaksanakan tatap muka.  Ini spekulasi tingkat tinggi. Alasan spekulasi ini adalah ketakutan akan lahirnya lost generation dan lost learning. Ataukah ada faktor lain? Terus terang Saya kaget mendengar  sekolah di zona kuning boleh tatap muka.

Menarik menyimak pendapat Prof. Dr. Said Hamid Hasan, guru besar Universitas Pendidikan Indonesia.  Substansi  pemikiran Prof. Dr. Said Hamid Hasan dalam diskusi di  grup WA IKA Sejarah UPI menyatakan pendapat yang menggelitik. Ia mengatakan, “Kalau sekian juta anak terpapar Covid-19 dan tidak terselamatkan. Itulah lost generation yang sesungguhnya”.

Bila kita simak pesan Mendikbud Nadiem Makarim dan Prof. Dr. Said Hamid Hasan nampak berbeda, bahkan terbalik.  Bagi Saya pendapat Prof. Dr. Said Hamid Hasan nampak  lebih rasional dan seirama dengan  mayoritas para guru.  Prof. Dr. Said Hamid Hasan tak setuju dengan diperbolehkannya tatap muka KBM di zona kuning.  Sementara empat Menteri “memproklamirkan” sekolah  boleh melakukan  KBM tatap muka di zona kuning.

Faktanya di zona hijau saja berisiko dan terbukti ada sejumlah  sekolah di daerah zona hijau terpapar Covid-19.  Apalagi zona kuning tentu akan sangat berisiko tinggi.  Sebagai contoh di Papua, sebanyak 289 pelajar dinyatakan positif COVID-19 usai beberapa wilayah menggelar kegiatan belajar mengajar (KBM) secara tatap muka. Menurut  Jubir Satgas Covid-19 Papua Silwanus Sumule dilansir Antara, Rabu (12/8).

Kisah berikut di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Gunem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, menjadi klaster baru penyebaran virus corona. Sebanyak 11 guru dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan swab test Jumat lalu. Saat ini seluruh kegiatan dan aktivitas sekolah dihentikan selama sepuluh hari (Kompas.TV). Haruskan sekolah jadi ajang coba-coba?

Info lain dari cuitan @laporcovid, ada beberapa klaster sekolah pasca dibukanya belajar mengajar tatap muka. Di antaranya kluster sekolah di Tulungagung, Lumajang, Kalimantan Barat, Tegal, Cilegon, Sumedang, dan Pati. Bila ruang kelas menjadi klaster baru maka ini adalah sebuah musibah nasional bagi dunia pendidikan kita.  Stop! Revisi kembali SKB empat Menteri. Sebaiknya empat Menteri tidak usah malu. Segera revisi kembali SKB empat Menteri.

Ada pepatah yang mengatakan, “Sejauh apa pun kita tersesat segera kembali putar arah kembali ke jalan yang benar”. Bila pepatah ini kita kaitkan dengan SKB empat Menteri artinya “Segera kembali keempat Menteri pada jalan yang benar, jangan coba-coba pada anak didik”. Kalau mau coba-coba pada orang dewasa saja.  Sungguh pilu ketika membaca sejumlah kisah kelas menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.  Sebagai guru, kepala sekolah dan pengurus organisasi profesi Saya menyayangkan keputusan empat Menteri.

Rumah adalah madrasah pertama. Jangan takut anak lost generation  dan lost learning karena tidak belajar di sekolah dengan tatap muka. Rumah kita sendiri adalah madrasah pertama. Rumah adalah pertahanan terbaik bagi anak didik.  Pertahanan logistik, kesehatan, perlindungan dan kenyamanan bila kedua orangtua mampu menjadi teladan bagi anak didiknya. Kecuali para orangtua yang bermasalah. (*) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Relawan SIAP NDan Ucapkan Selamat dan Sukses Atas Ditunjuknya Dandan Maju Calon Walikota Bandung

Nasib Pilkada Garut 2024 dalam Situasi Integritas KPUD Dipertanyakan Publik

Garut Membutuhkan Pemimpin Berjiwa Enterpreneur Government