Guru Lolos PPPK Digantung Terkatung
Oleh :
Dudung Nurullah Koswara
(Ketua Pengurus Besar PGRI)
Dudung Nurullah Koswara
(Ketua Pengurus Besar PGRI)
NEWSLETTERJABAR.COM-- Sungguh menyedihkan nasib guru honorer yang sudah lolos PPPK pada bulan Februari tahun 2019 sampai saat ini belum mendaptkan SK dan NIP. Penderitaan para guru ini membuat puluhan ribu guru di Indonesia galau dan bahkan parno. Mereka tak habis pikir dan berkata “Kok teganya pemerintah menggantung terkatung para guru honorer yang lolos seleksi PPPK selama 18 bulan lebih”.
Sedih Saya melihat sejumlah guru bertanya terkait nasib yang tak jelas tentang SK dan NIP bagi ASN yang lulus jalur PPPK. Bahkan diantara mereka ada yang membawa anak-anaknya saat beraudiensi. Anak-anak yang dibawa adalah simbol derita keluarga guru. Mereka beraudiensi dengan pengurus PGRI dalam rangka “memohon” melanjutkan aspirasi dan menyuarakan derita panjang SK yang digantung terkatung.
Sejumlah guru yang lolos seleksi PPPK menanyakan mengapa pemerintah tak kunjung memberikan SK dan NIP? Diantara yang bertanya adalah Ibu Mardiah, Bapak Madrohim, Bapak Ibrahim dan Ibu Yayat. Substansi pertanyaan dan aspirasi yang disampaikan adalah memohon kepada pemerintah melalui organisasi PGRI agar segera mengeluarkan SK dan NIP.
Sebagai organisasi perjuangan nasib guru, PGRI akan terus menyuarakan aspirasi derita guru. Hal ini sangat penting dikawal dan ditindakanjuti. Mengapa? Bukan hanya semata karena kesejahteraan guru melainkan untuk kesejahteraan anak didik juga. Mana mungkin guru yang bermasalah dapat memecahkan masalah anak didik. Malah bisa tambah masalah.
Makanya pemerintah harus segera dan mendesak keluarkan SK dan NIP bagi guru honorer yang lolos seleksi PPPK. Hal ini untuk kepentingan anak didik agar lebih efektif terlayani, baik luring atau pun daring saat ini. Guru yang merasa kecewa dengan digantung terkatungnya SK dan NIP akan berpengaruh terhadap kinerja dalam melayani anak didik. NIP dan SK adalah hak para guru honorer yang lolos seleksi PPPK.
Bila kita lacak jejak sejarah maka ada sejumlah derita PHP pada sejumlah guru honorer terutama honorer kategori 2 (HK2). Pada saat SBY berkuasa honorer kategori 1, satu juta lebih di gelombang pertama di PNSkan tanpa tes. Ini salah satu bentuk perjuangan PGRI dan kebaikan pemeritah dalam menghormati dedikasi para guru yang belasan tahun mengabdi dengan upah diuar akal.
Selanjutnya honorer kategori 2 sangat berharap dan memang pernah dijanjikan akan di PNS kan kembali. Namun apa yang terjadi? Situasi memunculkan sejumlah faktor yang menyebabkan honrer kategori 2 menjadi tak jelas nasibnya. Hal ini terkait tuntutan baru bagi aparatur pendidikan dan dampak kontestasi politik. Tuntutan baru adalah agenda “Smart ASN” yakni setiap ASN harus kompeten, smart profesional. Akhirnya menjadi PNS tanpa tes menjadi raib. Kini malah seleksi makin ketat. Mengapa? Karena pemerintah punya pola baru menghendaki ASN smart kelas dunia.
PGRI selalu berbasis perjuangan atas nama kemanusiaan dan kesejahteraan bagi guru. Sementara pemeriintah kini lebih menuntut para guru kompeten dan berkualitas. Terjadi tarik menarik antara kemanusiaan versi PGRI dan kekompetenan versi pemerintah. Termasuk jalur ASN PPPK adalah jalan tengah. Jalan tengah antara kemanusiaan dan kompetensi. PGRI mengalah menerima PPPK dengan seleksi.
Jalan tengah sudah ditempuh. Seleksi sudah ditempuh. Jumlah yang lulus seleksi PPPK sudah ada. Tinggal jalan lurus memenuhi yang hak yakni para guru honorer yang sudah lolos PPPK segera beri SK dan NIP. Menunggu SK dan NIP hampir 19 bulan adalah sebuah kedholiman birokratik yang luar biasa. Agar negeri ini berkah, selamat dari musibah bahkan pandemik, harus segera ditebus dengan keluarnya SK dan NIP. Mengapa tidak? (*)
Komentar
Posting Komentar