Fleksibilitas Permendikbud, Mengapa Tidak?


Oleh : 
Dudung Nurullah Koswara
(Ketua Pengurus Besar PGRI)

NEWSLETTERGARUT.COM-- Ada ungkapan “Guru Lebih Utama Dari Kurikulum”.  Sehebat apa pun kurikulumnya tak bermakna bila gurunya bermasalah. Sekali pun kurikulum tidak sempurna namun bila gurunya profesional maka layanan pendidikan akan tetap membaik. Artinya guru di lapangan sangat menentukan bagaimana sukses layanan pendidikan.

Bila Saya kaitkan  soal kurikulum dengan  ketersambungan Permendikbud  dan lapangan pendidikan bisa berlaku sama. Sehebat apa pun Permendikbud bisa saja tak nyambung di lapangan. Misal terkait pengangkatan kepala sekolah dan pengawas.  Ada sejumlah calon  peserta diklat kepala sekolah, pengawas yang sampai saat ini belum diklat karena Corona-19.

Bahkan ada calon pengawas dan kepala sekolah yang sudah ikut diklat belum diangkat.  Lebih pilu lagi usia melintasi batas ketentuan Permendikbud yakni pengawas tidak boleh lebih dari 55 tahun dan kepala sekolah tidak boleh lebih 56 tahun. Saya pikir ini masalah internal dunia pendidikan kita yang harus dibenahi agar lebih humanis dan fleksibel.

Bagaimanakah bila para kepala sekolah jumlahnya ratusan masuk pensiun? Sementara calon kepala sekolah belum ada karena tertundanya diklat karena Covid-19? Bagaimanakah pengangkatan pengawas sekolah padahal sudah diklat dan yang usia melintasi 55 karena “menua” lambatnya pengangkatan? Bila Saya boleh beropini, revisi Permendikbud karena kondisi.

Angkat saja kepala sekolah yang sudah lulus tapi belum diklat sebagai Plt. di sekolah yang kepala sekolahnya habis waktu karena pensiun. Angkat saja para calon kepala sekolah dan calon pengawas yang sudah diklat sekalipun usia sudah lebih dari 55 dan 56. Mengapa? Karena Ia sudah Diklat! Siapa pun yang sudah diklat kepala sekolah dan pengawas   sebaiknya diangkat!  Kecuali usianya dua tahun lagi pensiun, tidak perlu.

Sejumlah Permendikbud pun tak bebas dari kekurangan.  Sejenis Permendikbud  dan kurikulum harus fleksibel dengan kondisi di lapangan dan sesuai dengan kebutuhan para guru.

Jangan sampai ada calon pengawas sekolah dan kepala sekolah menjadi korban kebijakan karena kesalahan regulasi dan birokrasi.  Utamakan  kemanusiaan yang adil dan beradab.  Mengapa tidak angkat Plt. para guru senior, angkat  calon pengawas dan kepala sekolah yang usia di atas 55 dan 56 karena sudah ikut diklat.

Dalam jalur PPPK saja batas usia pengangkatan untuk menjadi ASN PPPK adalah 58 tahun.  Berikan kesempatan pada guru terbaik yang dua tahun lagi pensiun untuk  berpengalaman menjadi kepala sekolah atau pengawas sekolah. Mengapa tidak?  Tentu ini adalah  sebuah penghormatan kepada guru-guru terbaik, terseleksi dan sudah diklat. 

Pancasila, UUD45, UURI No 14 Tahun 2005   dari sudut “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dan Kemanusiaan Yang  Adil  dan Beradab” mengapa tidak?  Gandhi dan Bung Karno mengatakan, “Paham Kebangsaan ku Adalah Kemanusiaan”.  Bangsa apa yang  mengabaikan kemanusiaan? (*) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Relawan SIAP NDan Ucapkan Selamat dan Sukses Atas Ditunjuknya Dandan Maju Calon Walikota Bandung

Nasib Pilkada Garut 2024 dalam Situasi Integritas KPUD Dipertanyakan Publik

Garut Membutuhkan Pemimpin Berjiwa Enterpreneur Government